Minggu, 18 September 2011

Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru


Oleh: HE. Benyamine
Pelajaran yang langsung menyentuh imajinasi dari keberadaan museum tentang masa lalu dapat dengan mudah melalui visualisasi tentang masa itu. Museum yang dikelola dengan sungguh-sungguh dan baik akan menjadikan tapak sejarah suatu bangsa terasa hidup, karena keberadaan museum sebenarnya diperuntukkan untuk menyatakan bahwa ada kehidupan di masa lalu yang sesungguhnya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan saat ini.













Museum Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan di Banjarbaru perlu ditingkatkan dalam pengelolaannya, agar kesan hambar dan menyembunyikan pesan dari keberadaannya dapat dihilangkan.



Kitab Injil beraksara Arab-Melayu yang disebarkan Belanda di Kalimantan Selatan koleksi Museum Lambung Mangkurat.
Sebenarnya, banyak pesan yang seharusnya bisa sampai kepada pengunjung namun tertutupi oleh kurangnya tanda-tanda dan pemanfaatan media-media yang ada, seperti brosur, poster, dan reprint dari benda-benda yang menjadi koleksi museum.
Museum menjadi terasa “mati” karena pengelolanya memperlakukan benda-benda yang ada didalamnya sebagai bagian masa lalu; yang tak tersentuh dan yang berjarak.
Pengelola museum mempunyai kewajiban menjadikan benda-benda bersejarah tersebut terasa “hidup” dan menjadi bagian kehidupan saat ini. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh pengelola museum, seperti menyediakan reprint lukisan tokoh sejarah Kalimantan Selatan, misalnya lukisan pangeran Antasari atau lainnya, dengan harga yang terjangkau dengan berbagai ukuran. Atau menyediakan berbagai bentuk souvenir bagi pengunjung, sehingga ada kenangan yang bisa dibawa pulang.
Keberadaan Museum Lambung Mangkurat sudah seharusnya dapat memberikan inspirasi dan motivasi urang banua dalam memberikan tafsir kreatif terhadap warisan budaya Banjar. Pengelolaan yang kreatif sangat dibutuhkan dalam menjadikan museum sebagai tempat yang hidup dan mampu menumbuhkan apresiasi generasi muda terhadap hasil karya generasi terdahulu tersebut.
Benda-benda yang menjadi koleksi Museum Lambung Mangkurat, beberapa diantaranya masih hidup dalam cerita-cerita lisan di dalam kehidupan masyarakat Banjar, yang menunjukkan bahwa benda-benda tersebut masih menjadi bagian dari kehidupan mereka. Seperti benda keramat dan tokoh keramat yang masih hidup dalam pikiran masyarakat.
Beberapa cara dapat dilakukan oleh pengelola untuk menghidupkan museum, seperti menyelenggarakan lomba desain kreatif terhadap pakaian remaja Banjar. Dengan merujuk pada lukisan galuh Banjar atau pakiaan remaja Banjar zaman dulu yang ada di museum, yang menggambarkan pakaian remaja pada masa itu, agar dapat dijadikan trend pakaian remaja sekarang.
Terlebih saat ini sudah ada TV lokal, yang siap menghadirkan berbagai trend gaya hidup langsung ke ruang privat urang banua, yang tentunya diharapkan dapat mempengaruhi trend gaya pakaian remaja melalui program-program tayangannya. Begitu juga dengan media massa yang semakin banyak beredah di Kalimantan.
Beberapa program museum, seperti acara Baayun, sebenarnya sangat menarik bagi masyarakat. Karena acara tersebut memang masih hidup di dalam alam pikiran urang banua.

Melalui acara ini, pengelola sebenarnya menyadari keberadaan museum yang bukan hanya sekedar benda mati dan masa lalu, tapi sebagian masih hidup dan bisa “dihidupkan” melalui berbagai acara yang kreatif dan inovatif.
Acara seperti ini masih membutuhkan sentuhan bisnis melalui “produk barang ikutan” yang berlebel museum sebagai souvenir bagi pengunjung. Misalnya, produk cetakan atau boneka tentang tradisi Baayun tersebut.
Pengelola mempunyai tanggung jawab dalam menghubungkan benda-benda koleksi tersebut dengan para pengunjung. Salah satunya, penyediaan booklet tentang museum dan benda-benda yang ada didalamnya.
Penjelasan singkat dalam booklet yang dipegang pengunjung dapat menumbuhkan minat untuk mengetahui lebih jauh tentang koleksi benda atau peristiwa yang ada dan terekam dalam museum.
Membiarkan pengunjung dengan sedikit sekali petunjuk sama saja dengan mengatakan bahwa museum tidak lebih dari benda “mati” yang dikelola oleh manajemen sedang sekarat.
Museum Lambung Mangkurat sudah seharusnya memanfaatkan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dalam pengelolaannya. Keberadaan teknologi tersebut dapat menjadikan keberadaan museum lebih imajinatif dan lebih bersentuhan dengan masyarakat.
Karena, museum dengan segala koleksi benda-benda bersejarah tersebut, bukan berada di masa lalu, tapi keberadaannya pada saat ini.
Sehingga, pengelolaannya sudah selayaknya menyesuaikan dengan kemajuan peradaban manusia saat ini, tidak menyesuaikan dengan masa benda koleksi tersebut diciptakan.
Komentar
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Flag Counter