Menjelang kedatangan bangsa Eropa, masyarakat di wilayah Nusantara hidup dengan tenteram di bawah kekuasaan raja-raja.
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia mula-mula disambut baik oleh bangsa Indonesia, tetapi lama-kelamaan rakyat Indonesia mengadakan perlawanan karena sifat-sifat dan niat-niat jahat bangsa Eropa mulai terkuak dan diketahui oleh bangsa Indonesia.
Perlawanan-perlawanan yang dilakukan rakyat Indonesia disebabkan orang-orang Barat ingin memaksakan monopoli perdagangan dan berusaha mencampuri urusan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Adapun perlawanan-perlawanan tersebut antara lain:
1) Perlawanan di Aceh terhadap Portugis
2) Ternate melawan Portugis
3) Perlawanan Mataram (Perlawanan Sultan Agung) terhadap Belanda
4) Banten melawan VOC
5) Makassar melawan VOC
6) Perlawanan Diponegoro (1825–1830) terhadap Belanda
7) Perang Padri (1821–1837)
2. Perkembangan Agama Kristen di Indonesia
Sejak abad ke-15 Paus di Roma memberi tugas kepada misionaris bangsa Portugis dan Spanyol untuk menyebarkan agama Katholik. Kemudian bangsa Belanda pun tertarik untuk menyebarkan ajaran agama Kristen Protestan dengan mengirimkan para zending di negeri-negeri jajahannya.
1. Misionaris Portugis di Indonesia
Pada abad ke-16 kegiatan misionaris sangat aktif menyampaikan kabar Injil ke seluruh penjuru dunia dengan menumpang kapal pedagang Portugis dan Spanyol. Salah seorang misionaris yang bertugas di Indonesia terutama Maluku adalah Fransiscus Xaverius (1506–1552). Ia seorang Portugis yang membela rakyat yang tertindas oleh jajahan bangsa Portugis. Di kalangan pribumi ia dikenal kejujuran dan keikhlasannya membantu kesulitan rakyat. Ia menyebarkan ajaran agama Katholik dengan berkeliling ke kampung-kampung sambil membawa lonceng di tangan untuk mengumpulkan anak-anak dan orang dewasa untuk diajarkan agama Katholik.
Kegiatan misionaris Portugis tersebut berlangsung di Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, P ulau Siau, dan Sangir, kemudian menyebar ke Kalimantan dan Jawa Timur.
Penyebaran agama Katholik di Maluku menjadi tersendat setelah terbunuhnya Sultan Hairun yang menimbulkan kebencian rakyat terhadap semua orang Portugis. Setelah jatuhnya Maluku ke tangan Belanda, kegiatan misionaris surut dan diganti kegiatan zending Belanda yang menyebarkan agama Kristen Protestan.
2. Zending Belanda di Indonesia
Pada abad ke-17 gereja di negeri Belanda mengalami perubahan, agama Katholik yang semula menjadi agama resmi negara diganti dengan agama Kristen Protestan. Pemerintah Belanda melarang pelaksanaan ibadah agama Katholik di muka umum dan menerapkan anti Katholik, termasuk di tanah-tanah jajahannya.
VOC yang terbentuk tahun 1602 mendapat kekuasaan dan tanggung jawab memajukan agama. VOC mendukung penyebaran agama Kristen Protestan dengan semboyan “siapa punya negara, dia punya agama”, kemudian VOC menyuruh penganut agama Katholik untuk masuk agama Kristen Protestan. VOC turut membiayai pendirian sekolah-sekolah dan membiayai upaya menerjemahkan injil ke dalam bahasa setempat. Di balik itu para pendeta dijadikan alat VOC agar pendeta memuji-muji VOC dan tunduk dengan VOC. Hal tersebut ternyata sangat menurunkan citra para zending di mata rakyat, karena VOC tidak disukai rakyat.
Tokoh zending di Indonesia antara lain Ludwig Ingwer Nommensen, Sebastian Danckaerts, Adriaan Hulsebos, dan Hernius.
Kegiatan zending di Indonesia meliputi:
a. Menyebarkan agama Kristen Protestan di Maluku, Sangir, Talaud, Timor, Tapanuli, dan kota-kota besar di Jawa dan Sumatra.
b. Mendirikan Nederlands Zendeling Genootschap (NZG), yaitu perkumpulan pemberi kabar Injil Belanda yang berusaha menyebarkan agama Kristen Protestan, mendirikan wadah gereja bagi jemaat di Indonesia seperti Gereja Protestan Maluku (GPM), Gereja Kristen Jawa (GKJ), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), dan mendirikan sekolah-sekolah yang menitikberatkan pada penyebaran agama Kristen Protestan.
3. Wilayah Persebaran Agama Nasrani di Indonesia pada Masa Kolonial
Saat VOC berkuasa, kegiatan misionaris Katholik terdesak oleh kegiatan zending Kristen Protestan, dan bertahan di Flores dan Timor. Namun sejak Daendels berkuasa, agama Katholik dan Kristen Protestan diberi hak sama, dan mulailah misionaris menyebarkan kembali agama Katholik terutama ke daerah-daerah yang belum terjangkau agama-agama lain.
Penyebaran agama Kristen Protestan di Maluku menjadi giat setelah didirikan Gereja Protestan Maluku (GPM) tanggal 6 September 1935. Organisasi GPM menampung penganut Kristen Protestan di seluruh Maluku dan Papua bagian selatan. Penyebaran agama Kristen menjangkau Sulawesi Utara di Manado, Tomohon, Pulau Siau, Pulau Sangir Talaud, Tondano, Minahasa, Luwu, Mamasa dan Poso, serta di Nusa Tenggara Timur yang meliputi Timor, Pulau Ende, Larantuka, Lewonama, dan Flores. Adapun persebaran agama Katholik di Jawa semula hanya berlangsung di Blambangan, Panarukan, Jawa Timur. Namun, kemudian menyebar ke wilayah barat, seperti Batavia, Semarang, dan Jogjakarta.
Agama Kristen Protestan di Jawa Timur berkembang di Mojowarno, Ngoro dekat Jombang. Di Jawa Tengah meliputi Magelang, Kebumen, Wonosobo, Cilacap, Ambarawa, Salatiga, Purworejo, Purbalingga, dan Banyumas. Di Jawa Barat pusat penyebaran agama Kristen terdapat di Bogor, Sukabumi, dan Lembang (Bandung). Di Sumatra Utara masyarakat Batak yang menganut agama Kristen berpusat di Angkola Sipirok, Tapanuli Selatan, Samosir, Sibolga, Buluh Hawar di Karo, Kabanjahe, Sirombu, dan kepulauan Nias. Kegiatan agama Kristen pada masyarakat Batak dipusatkan pada organisasi HKBP. Adapun di Kalimantan Selatan agama Kristen berkembang di Barito dan Kuala Kapuas. Di Kalimantan Barat umat Nasrani banyak terdapat di Pontianak. Di Kalimantan Timur banyak terdapat di Samarinda, Kalimantan Tengah di pemukiman masyarakat Dayak desa Perak dan Kapuas Kahayan.
Faktor-faktor penyebab sulitnya perkembangan agama Kristen di Indonesia pada waktu itu adalah:
a) Pada waktu itu agama Kristen dianggap identik dengan agama penjajah.
b) Pemerintah kolonial tidak menghargai prinsip persamaan derajat manusia.
c) Sebagian besar rakyat Indonesia telah menganut agama lain.
Oleh karena itulah upaya penyebaran dilakukan di daerah-daerah yang belum tersentuh agama lainnya. Juga dilakukan dengan mengadakan tindakan-tindakan kemanusiaan seperti mendirikan rumah sakit dan sekolah. Akhirnya berkat kerja keras kaum misionaris dan zending, agama Kristen dapat berkembang di Indonesia sampai sekarang.
Perjuangannya Jendral Soedirman dalam mengembalikan jati diri bangsa
Perjuangan Jendral Soedirman dalam Mengembalikan Jati Diri Bangsa tidak diragukan lagi, Jendral muda ini begitu gigihnya dalam memimpin perlawanan terhadap penjajah belanda. Di usianya yang baru 31 tahun beliau sudah menjadi seorang Jendral, meski penyakit paru-paru nya tidak bisa di ajak kompromi namun hal itu tidak menjadi penghalang baginya dalam memimpin perlawanan mempertahankan harga diri dan martabat bangsa Indonesia. Kepribadian dia yang teguh dan kokoh senantiasa mengedapankan kepentingan bangsa dan negaranya di atas kepentingan apapun. Tentu saja hal ini tidak muncul begitu saja akan tetapi dilatar belakangi oleh pemahaman yang dalam akan agamanya, beliau yang merupakan guru pada sekolah HIS Muhammadiyah dan merupakan aktifis kepanduan Hizbul Wathan, menempanya menjadi sosok yang tangguh dalam berjihad membela kehormatan bangsanya.
Saat masa pendudukan Jepang, Ia masuk ke dalam tentara PETA di Bogor, hingga kemudian ketika beliau lulus langsung menjabat sebagai komandan batalion di Kroya, Cilacap. Lalu kemudian menjadi Panglima Divisi V/Banyumas setelah dibentuknya TKR. lalu terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Beliaulah Jendral termuda di negeri ini.
Beliau merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini, bagaimana tidak, keadaan dirinya yang sakit-sakitan tidak menghalanginya sedikitpun dalam memimpin pertempuran-pertempuran melawan musuh-musuh bangsa ini. Dengan ditandu karena begitu lemah fisiknya, ia memimpin perlawanan terhadap belanda pada Agresi militer belanda II, meski kondisi dirinya begitu lemah ia dengan semangat membaja memimpin, memberi semangat untuk mengadakan perlawanan terhadap belanda. Sungguh luar biasa, pahlawan yang tidak mengenal kata menyerah dan pasrah.
17 Agustus titik puncak jati diri bangsa
17 Agustus 1945 adalah merupakan puncak tertinggi dari upaya bangsa ini dalam mengembalikan jati diri bangsa di hari itu disaksikan oleh segenap rakyat Indonesia, dengan lantangnya Bapak Soekarno & Hatta atas nama bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Setelah ratusan tahun hidup di bawah ketiak penjajahan, maka pada detik itu bangsa ini dengan tekad yang membaja dan dengan segenap keberanian dan atas segala perjuangan segenap elemen bangsa mengumandangkan dengan lantang pekik kemerdekaan.
Dan hari ini 17 Agustus 2009, 64 tahun setelah saat yang paling bersejarah itu, bangsa ini kembali memperingati hari yang paling bersejarah bagi bangsa ini. 64 tahun bukan merupakan waktu yang sedikit, tapi merupakan perjalanan rentang waktu yang cukup panjang, kalau di ibaratkan seperti usia manusia, maka umur 64 tahun adalah usia yang sudah memasuki masa yang sangat matang, usia dimana seorang anak manusia sudah berada dimasa pensiun dan tinggal menikmati masa-masa tuanya dan menikmati hasil-hasil yang ia usahakan selama masa mudanya.
Semestinya bangsa ini di hari ulang tahun kemerdekaannya yang ke 64 ini, sudah menjadi bangsa yang mapan yang memberikan kelayakan hidup bagi anak-anak bangsanya. Dan sebaliknya anak-anak bangsa ini dengan segala daya dan upayanya masing-masing berusaha memberikan yang terbaik untuk kemajuan negeri ini.
Kemerdekaan yang merupakan hasil jerih payah segenap komponen bangsa tidak boleh tidak, harus kita lanjutkan dan kita isi dengan semangat membangun negeri, bukan dengan cara hura-hura merayakan kemerdekaan ini, akan tetapi di isi dan diramaikan dengan kegiatan yang mengandung manfaat dan berguna bagi keberlangsungan kemerdekaan itu sendiri.
Marilah di hari peringatan kemerdekaan ini, kita tancapkan kembali tonggak-tonggak perjuangan bangsa ini dalam upaya mengembalikan jati diri bangsa.
Merdeka !!!
Cut Nyak Dien, Perempuan Pejuang Jati Diri Bangsa
Siapa yang tidak kenal Cut Nyak Dien, Pahlawan Pembela Jati Diri Bangsa dari tanah rencong, perempuan berhati baja ini di lahirkan pada tahun 1850 dan meninggal pada tahun 1908, Srikandi dari Aceh ini hingga hembusan nafasnya yang terakhir tetap dalam tekadnya yang membaja untuk tidak pernah mau tunduk pada penjajah.
Jiwa perjuangan Cut Nyak Dien, tidak tumbuh begitu saja dalam dirinya, tapi memang ayahnya juga merupakan seorang penggerak perlawanan pada Belanda. Ketika tanah kelahirannya tercinta di duduki oleh penjajah belanda terpaksa ia harus berpisah dengan ayah dan suaminya yang berjuang melawan penjajah. Perpisahannya dengan sang suami yang belum lama menikahinya ternyata adalah perpisahan untuk selamanya, karena sang suami gugur dalam peperangan melawan belanda pada perang di Gle Tarum pada tahun 1879. Mendengar berita kematian suaminya akibat kekejaman belanda membuat Cut Nyak Dien bersumpah untuk menuntut balas kematian suaminya dan melanjutkan perlawanan suaminya pada Belanda, dan bertekad tidak akan menikah lagi kecuali dengan laki-laki yang mau membantu perjuangannya.
Dua tahun setelah kematian suaminya, tekadnya untuk tidak menikah kecuali dengan laki-laki yang mau berjuang untuk bangsanya benar-benar di tepati, Ia akhirnya menikah dengan tengku Imam Bonjol, beliau adalah pahlawan perjuangan melawan belanda yang terkenal banyak membuat kerugian bagi penjajah belanda. Namun rupanya Syahid menjemput sang suaminya juga pada suatu pertempuran di Meulaboh.
Kematian suaminya tidak membuat sang Cut Nyak Dien patah semangat, namun sebaliknya semangat untuk meneruskan perlawanan semakin menggelora, perjuangan tetap ia jalankan dengan meneruskan perang gerilya melawan belanda.
Bertahun-tahun perlawanan Cut Nyak Dien semakin membuat belanda kalang kabut, dan belanda pun tidak pernah bisa menawan dan mematahkan perlawanan Cut Nyak Dien, sampai akhirnya ada salah seorang panglimanya yang merasa kasihan kepada Cut Nyak Dien karena sudah tua, dan ingin melihat Cut menjalani hari tuanya dengan damai tanpa harus sembunyi-sembunyi di hutan, maka ia mengambil inisiatif sendiri untuk menghubungi belanda, dan akhirnya beliau di tangkap belanda. Namun walaupun telah ditangkap tapi tetap saja dia mengadakan kontak dengan kelompok perlawanan, sehingga hal ini membuat penjajah belanda marah sehingga beliau di buang ke tanah jawa, Hingga beliau meninggal dalam pembuangan.
Itulah Sosok wanita Pejuang yang sampai akhir hayatnya berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengembalikan Jati Diri Bangsa meski harus mengorbankan semua yang ia miliki.
Pahlawan Jati Diri bangsa (1)
Bulan Agustus sudah di depan mata, bulan yang penuh sejarah, bulan dimana Indonesia berhasil mengembalikan jati diri bangsa dari kehinaan dan penindasan bangsa terkutuk penjajah, Bagaimana tidak, lebih dari 350 tahun bangsa ini hidup dibawah penindasaan dan menghinaan oleh bangsa lain, akhirnya bisa dengan lantang memekikkan kata Merdeka dengan lantang di mata dunia.
Untuk Itulah dalam rangka menyambut bulan Agustus ini, blog ini inshaAllah akan menampilkan serial para pahlawan pembela dan penegak Jati Diri Bangsa. Semoga akan bermanfaat bagi kita semua terutama yang membaca blog ini, Bangsa Yang Besar adalah Bangsa Yang Menghargai jasa para Pahlawannya.
Pangeran Diponegoro.
Beliau bernama kecil Bendoro Raden Mas Ontowiryo, dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1785, beliau merupakan putra pertama dari Hamengkubuwono III, yang merupakan raja Mataram, Ia adalah anak dari istri selir Raja Hamengkubowono III yang bernama R.A. Mangkarawati.
Melihat kecerdasan dan karakter Diponegoro kecil ini ayahnya menghendaki dia untuk menggantikan kedudukan beliau suatu saat nanti, namun ia sadar bahwa ia hanyalah putra dari seorang selir, maka ia lebih memilih kehidupan yang reliji dan tinggal di Tegalrejo.
Perlawanan Diponegoro
Puncak kemuakan Pangeran diponegoro pada penjajah belanda semakin tak terbendungkan manakala penjajah belanda terkutuk merebut dan menguasai tanah Diponegoro dengan seenaknya mereka membuat patok di tanah yang merupakan hak miliknya. Jangan dilihat hanya sebuah patok, tapi disitulah Harga diri Dan Jati Diri sebagai seorang anak bangsa terusik karena orang asing dengan seenaknya mengambil tanah airnya. Itulah Sang Pangeran Diponegoro. Dari situlah Diponegoro melancarkan perlawanan kepada penjajah Belanda dengan terbuka, hal ini didukung dan disambut oleh segenap rakyat, Pamannya, Pangeran mangkubumi menyarankan Diponegoro untuk menyingkir ke Gua Selarong dan membuat markas perlawanan disana. Diponegoro menyerukan Jihad, perlawanannya pada penjajah belanda adalah perang Sabilillah, perang di jalan Allah, ya memang benar perang mempertahankan tanah air adalah salah satu perang dijalan Allah.
Gigihnya perlawanan dibawah komando Diponegoro membuat belanda kalang kabut dan mengalami kerugian yang sangat besar, tidak kurang dari 15.000 tentara Belanda modar, segala macam cara digunakan untuk bisa menangkap Sang Pahlawan jati Diri bangsa, bahkan diadakan kontes untuk menangkap beliau dengan hadiah 50.000 Gulden.
Namun akhirnya Sang Pahlawan berhasil ditangkap dengan cara yang sangat licik oleh si Busuk Belanda, Tapi semangat Diponegoro untuk Mengembalikan Jati Diri Bangsa tak akan pernah luntur sampai kapanpun.
Jati diri bangsa, Dimanakah kau
Jati diri bangsa ini kemanakah selama ini? kepribadian sebuah bangsa adalah sesuatu yang sangat berharga bagi eksistensi suatu kaum. Tanpanya apalah artinya, tanpanya apalah kebanggan yang bisa kita sematkan di dada. Untuk itulah keberadaannya harus segera dikembalikan dimanapun ia adanya.
Jati diri, sesuatu yang mudah dan sering kita ucapkan. tetapi terkadang tanpa kita sadari, kita sedikit demi sedikit menghilangkannya dari diri kita. Padahal ianya adalah sesuatu yang harus tetap melekat pada diri kita.
Bom Marriot dan jati diri bangsa
Belum selesai penghitungan suara pemilihan Capres, tiba-tiba kita semua dikagetkan dengan dua ledakan bom dipagi jumat yang cerah, Dooh mau dikemanakan Jati Diri Bangsa ini ! Disaat para blogger nusantara sedang berusaha mengembalikan. eh malah segelintir manusia tidak bertanggungjawab meledakkan dirinya sendiri. Haruskah bom menjadi cara untuk menunjukan perlawanan ? tidak adakah cara lain ?
Cara-cara kekerasan, tidak kompromi, menumpahkan darah tanpa hak, membuat kerusakan bangunan, dan perbuatan sejenisnya adalah perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa manapun didunia ini. Benar dunia saat ini dipenuhi dengan kekerasan dan kebiadaban dimana-mana, bangsa yang kuat menzalimi bangsa yang lemah, suku yang satu menghancurkan suku yang lain, itu semua adalah bentuk-bentuk kejahatan yang bertentangan dengan identitas dan jati diri mahluk yang beradab.
Lalu kenapa cara-cara yang brutal itu semakin banyak ditemui oleh bangsa ini? apakah sudah tidak bermoral lagi penduduknya ? Dimana kelembutan anak negeri yang sudah ditanamkan oleh nenek moyang sejak dulu kala? Wahai anak bangsa mari kita berusaha Mengembalikan Jati Diri Bangsa ini.
Jati Diri Bangsa
Mengembalikan jati diri bangsa adalah tugas setiap elemen dan komponen bangsa ini agar, kejayaan, kesejahteraan, kemakmuran bangsa ini kembali kita rasakan bersama. Segala hal yang tidak baik dan merusak tatanan bangsa yang Agung ini harus bersama-sama kita singkirkan. Semua elemen bangsa harus saling bahu-membahu bekerja, dan selalu berusaha secara maksimal untuk selalu memberikan yang terbaik yang ia bisa. Apapun profesi dan bidang anda harus bisa memberikan yang terbaik untuk bangsa ini.
Bangsa ini yang di kenal ramah, santun, makmur, gemah ripah loh jinawi, baldatun toyyibatun warobun ghafur, harus bisa kita raih kembali. Ini karena kita sebagai manusia adalah bertugas memakmurkan bumi di mana dia pijak. Ini adalah tanggung jawab kemanusiaan yang banyak terlalaikan oleh banyak orang diantara kita.