Sebagian dari kalian mungkin masih ingat
kejadian kerusuhan di Jakarta pada tahun 1998?
Kerusuhan yang terjadi saat Rakyat berusaha menggulingkan presiden yang dianggap rezim Orde Baru kala itu yakni Presiden Soeharto. Dimana pada kerusuhan itu terjadi perusakan,
pemerkosaan, penjarahan, dan lain sebagainya.
Banjarmasin sudah mengalami hal
serupa lebih dulu, tepatnya 23 Mei 1997, dimana dikenal sebagai peristiwa
“Kerusuhan Banjarmasin” atau “Jumat Kelabu”.
Jum’at pagi tanggal 23 Mei 1997 itu
suasana di kota Banjarmasin masih seperti hari-hari sebelumnya.
Warga beraktifitas seperti biasa,
seolah-olah memang tidak akan terjadi apa-apa.
Namun siapa sangka, siang itu pusat kota
Banjarmasin akan berubah menjadi neraka.
Hari itu memang akan ada hajatan besar
di pusat kota menjelang pemilu 1997, dan partai yang mendapat giliran
berkampanye pada siang itu adalah partai Golkar.
Awal peristiwa ini terjadi saat hari
dimana menyusul kampanye Golkar pada hari terakhir putaran kampanye PPP
menjelang pemilu 1997. Mulai sekitar pukul 09.00 WITA, kegiatan kampanye sudah
semarak, warna kuning ada di mana-mana. Golkar membagi-bagikan saputangan
bergambar beringin dan bekal nasi bungkus, masing-masing berjumlah 10 ribu
buah. Sasaran kampanye ini ialah para buruh, tukang becak, tukang ojek. Pada
sekitar pukul 11.00 WITA kampanye membagi-bagi nasi bungkus dan sapu tangan
usai dengan tenang.
Kampanye dipusatkan di lapangan kamboja
yang akan diramaikan dengan hiburan rakyat dan artis ibu kota.
Golkar kala itu masih menjadi kekuatan
terbesar di antara 2 kontestan pemilu lainnya yakni Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang didukung penuh oleh
rezim orde baru, Golkar memang kerap mengerahkan komponen penting pemerintahan
untuk mendukung aksi kampanye.
Tak ada yang mengira, petaka segera tiba
saat raungan sepeda motor yang bersahut-sahutan di pusat kota siang itu,
anak-anak muda yang hendak meramaikan kampanye Golkar itu tampaknya gagal paham,
mereka berulah pada waktu yang salah.
Sekitar
pukul 12.30 WITA, umat Islam menjalankan ibadah shalat Jumat. Sewaktu ibadah berlangsung, sebagian massa kampanye
Golkar, yang umumnya terdiri dari anak-anak muda dan remaja, masih berkampanye.
Mereka berputar-putar keliling kota dengan menaiki sepeda motor, dan suara raungan mesin motor
yang knalpotnya dilepas itu dirasakan sangat mengusik ketenangan mereka yang sedang bersembahyang.
Menurut
sumber dari Tim Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN) cabang Banjarmasin yang
melakukan investigasi ke lapangan, puncaknya ketika arak-arakan sepeda motor
tersebut melewati Masjid Noor di Jalan Pangeran Samudera yang letaknya di
daerah basis PPP, jamaah shalat Jum'at yang luber sampai ke jalan itu masih
sedang berdoa.
Aparat keamanan sebenarnya sudah
melarang massa kampanye Golkar melewati Masjid Noor. Namun Satgas Golkar bersikeras
untuk melewati jalan itu. Alasan mereka, shalat Jumatnya tinggal membaca doa
dan hamper selesai. Kemarahan jamaah pun tak terelakkan dan dengan cepat
menyebar seusai sembahyang Jumat dan sampai ke telinga penduduk di berbagai
sudut Banjarmasin lainnya.
Selepas ibadah shalat Jum’at, massa
berdatangan dari segala penjuru. Sasaran pertama yang dituju adalah kantor DPD
Golkar Kalimantan Selatan. Massa pun lalu terlibat bentrok dengan Satgas Golkar
dari Pemuda Pancasila dan Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Indonesia
(FKPPI) yang beranggotakan anak-anak dari keluarga militer.
Jumlah Massa jauh lebih besar dan
semakin banyak dibandingkan dengan Satgas Golkar.
Sejak jam 2 siang, tepat di depan kantor
Banjarmasin
Post,
dari arah timur ribuan massa menyerbu dengan membawa senjata aneka macam. Mereka
berlari-lari ke arah lapangan Kamboja, tempat kampanye Golkar akan
dilangsungkan. Di sepanjang jalan, semua bendera, spanduk, umbul-umbul Golkar
diturunkan dan dibakari. Di sana, mereka bergabung dengan massa penyerbu yang
mula-mula muncul di pinggir lapangan. Panggung kampanye pun diserbu dan
dirobohkan. Kaum penyerbu bertarung dengan dua puluh ribu massa Golkar yang
sedang berkumpul di sana. Para petugas keamanan tidak mampu mengendalikan
pertarungan dengan kekerasan tersebut. Sebuah rumah ibadah yakni Gereja HKBP
yang terletak di dekat kantor Banjarmasin Post mulai terbakar. Mobil pemadam
kebakaran yang berusaha mencegah menjalarnya api ke gedung Banjarmasin Post
terpaksa pergi karena petugasnya dikalungi celurit oleh massa. Namun beruntung
api tidak melalap kantor Banjarmasin Post.
Situasi kian genting, massa yang hampir
seluruhnya membawa senjata tajam bergerak ke pusat kota dan menghancurkan apa
saja yang mereka temui. Gedung, rumah, mobil dan berbagai
fasilitas umum lainnya tak luput dari amukan massa yang sudah terlanjur kalap.
Tak hanya benda-benda mati saja yang dihancurkan, bentrok fisik antara saudara
sebangsa pun sulit dihindari.
Ibarat medan perang, korban jiwa pun
berjatuhan, baik mereka yang memang terlibat pertikaian sejak awal, maupun warga
sipil yang tidak tahu menahu akar permasalahannya.
Sebagian
massa menyerbu Hotel Istana Barito. Di sana, mereka berhadapan dengan ribuan
massa Golkar yang berkumpul di depan hotel, sedang bersiap-siap untuk kampanye
sore itu. Dari arah barat, tiba-tiba muncul ribuan massa lain, sebagian
mengenakan kaos hijau dan atribut PPP.
Dengan senjata tajam dan benda lainnya, mereka menyerbu massa di depan hotel.
Mobil-mobil yang kebetulan ada di sana hancur luluh lantak, kaca-kaca hotel
pecah dilempari batu.
Mulai
pukul 15.00 WITA, listrik padam, menambah suasana mencekam. Kerusuhan
meningkat. Sebagian besar tamu Hotel Istana Barito masih berada di dalam kamar
mereka dalam kegelapan. Tiba-tiba satpam hotel menggedori pintu-pintu kamar dan
berteriak, kebakaran!
Para
tamu pun berhamburan ke luar, menyelamatkan diri masing-masing. Dengan cepat,
kerusuhan menjalar ke mana-mana. Massa terus melakukan pengrusakan, sambil
meneriakkan yel-yel partai kebanggaan mereka. Dan beberapa orang ada juga yang
mengenakan atribut PDI. Suasana semakin kalut. Massa merusak dan membakar
mobil-mobil pribadi yang ditemui di jalan raya mana saja dan menjarah isinya.
Sebuah mobil meledak, setelah dibakar di jalanan. Di depan Plaza Mitra,
beberapa mobil segera bergelimpangan, sebagian terbakar. Bahkan para wanita pun
harus rela naik sepeda motor dengan hanya mengenakan BH di bagian atas, karena
kaos Golkarnya dirampas massa. Di jalanan, batu-batu berserakan, pecahan kaca
bertebaran di mana-mana.
Di
dalam kompleks Plaza Mitra, dengan persetujuan dari manajemen di Jakarta,
pimpinan TB Gramedia memutuskan untuk menutup toko dan
karyawan diminta segera meninggalkan lokasi kerja. Semua pulang, dengan catatan
tidak memakai atribut Partai mana pun. Di depan Plaza Mitra, petugas mulai
menutup jalanan dan membuat pagar betis untuk melindungi kompleks pertokoan
itu. Tetapi, ribuan massa tidak terbendung. Mereka merangsek ke depan, memecah
pagar betis petugas, memecahkan kaca-kaca etalase, masuk ke dalam gedung, dan
menjarah apa saja yang bisa diambil. Gas air mata yang disemprotkan petugas
tidak mampu menahan mereka.
Hingga
saat itu, Plaza Mitra baru dirusak, tetapi belum terbakar. Kemudian, sebuah
sedan putih didorong dan ditabrakkan ke kaca etalase Toys Kids di lantai dasar,
sebelum akhirnya mobil itu dibakar. Api segera menyebar ke seluruh gedung.
Setelah Plaza Mitra terbakar, gedung-gedung lain segera menyusul. Malam itu,
seluruh empat lantai gedung Plaza Mitra musnah terbakar. Sementara itu,
kerusuhan tidak hanya menjangkau kawasan petokoan. Wilayah pemukiman penduduk
pun mulai terkena. Kampung Kertak Baru Ulu, khususnya RT 10 yang dihuni 30 Kepala
Keluarga mulai dilalap api sejak pukul 16.35 Wita. Kawasan pemukiman ini
berlokasi di belakang Jalan Pangeran Samudera. Api mula-mula berasal dari
kelenteng (rumah ibadah) etnis Tionghoa, yang segera menjalar ke rumah-rumah
yang terletak di belakangnya. Api bahkan menjalar ke asrama POM ABRI yang hanya
terpisah oleh sungai selebar 3 meter dari Kertak Baru Ulu.
Sementara di tempat lain yakni di Jalan
Veteran dan Jalan Lambung Mangkurat, pada waktu yang sama, sebanyak enam gereja
dan satu tempat ibadat Konghucu ikut dihancurkan. Rumah-rumah WNI keturunan China
juga ikut dilempari batu. Bahkan ada keluarga yang akan menyelamatkan diri,
setelah mobil penjemput datang, mobil tersebut dihancurkan kacanya dan pemiliknya
Terpaksa lari menjauh dari situ.
Sekitar pukul 17.00 Wita, massa bergerak
kembali ke arah DPD I Golkar. Tapi tidak langsung ke sana. Mereka mampir
kembali di Jujung Buih Plaza. Genset Jujung Buih Plaza dibakar dan gedung 8
lantai tersebut akhirnya terbakar. Di sebuah hotel di gedung itu, Hotel
Kalimantan, banyak artis yang mengikuti kampanye menginap, termasuk juru
kameranya. Di hotel tersebut juga menginap Ketua Umum MUI Pusat KH Hasan Basri
yang ikut rombongan kampanye. Disitu juga ada Gubernur Kalimantan Selatan dan
Muspida. Tapi akhirnya mereka dapat diselamatkan. Namun tidak diketahui apakah
di sana juga jatuh korban. Yang jelas, saat dilakukan penyelamatan banyak yang
jatuh pingsan. Gubernur Kalsel yang menjabat kala itu yakni Gusti Hasan Aman
sendiri merasa sangat kaget dan seolah tidak percaya melihat ulah massa yang
begitu brutal.
Mulai sekitar pukul 18.00, bagian
belakang gedung Anjung Surung mulai mengepulkan asap. Api membakar habis apotik
Kasio yang terletak di belakang gedung ini. Barisan Pemadam Kebakaran tidak
berdaya, karena massa mencegah dan mengancam mereka supaya tidak memadamkan
api.
Namun secara ajaib, ketika seluruh api
menelan gedung-gedung di sekitarnya, gedung Anjung Surung justru selamat dari
amukan si jago merah.
Petugas UGD RS Islam menyebutkan, hingga
pukul 17.30 rumah sakit tersebut merawat 12 orang korban. Delapan di antaranya
menderita luka bacok, empat sisanya akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara RS
Ulin menyebutkan, sedikitnya mereka merawat 20 orang pasien, termasuk Didik
Triomarsidi, juru foto Banjarmasin Post. Didik dianiaya massa ketika meliput
penghancuran gedung markas DPD Golkar.
Massa terus mengamuk dan mengobrak-abrik
isi gedung. Pada saat itu tersiar khabar bahwa pasukan keamanan diperbolehkan
untuk menangkap dan menembak di tempat. Tapi pasukan keamanan tidak melakukan
apa-apa. Akhirnya, massa yang lengkap dengan berbagai senjata tajam itu terus
mengamuk. Pukul 22.00 Wita, 1000 orang pasukan bantuan datang dengan tiga
pesawat hercules. Menurut laporan LBHN Banjarmasin itu, tidak diketahui dari
mana mereka didatangkan. Pasukan kemudian bergerak mendekati Gedung Mitra
Plaza. Mereka menghalau massa yang masih ada di gedung itu. Senjata menyalak.
Namun pihak LBHN Banjarmasin tidak memperoleh informasi berapa korban yang jatuh
di sana.
Saat itu, orang-orang dari berbagai
kampungpun mulai gelisah dan mulai melakukan pengamanan masing-masing. Mereka
semua keluar rumah, menjaga setiap gang dan jalan-jalan masuk. Lengkap dengan
senjata tajam, berupa mandau, samurai, dan clurit. Penjagaan dilakukan semalam
suntuk, karena mereka mendengar isyu yang mengatakan bahwa Golkar akan
mengadakan serangan balasan.
Pada malam harinya, jumlah gerombolan
massa menyusut. Listrik masih padam dan seluruh kota dalam keadaan tetap gelap
gulita, hanya diterangi kobaran api di mana-mana. Beberapa tempat diblokade
petugas keamanan, namun gerombolan massa masih berkerumun di beberapa tempat.
Mereka memasuki kawasan pemukiman, menyerang dengan clurit, klewang, Mandau,
samurai, dan berbagai senjata lain. Beberapa rumah, kantor dan warung yang
berdekatan dengan Banjarmasin Post masih menyala terbakar. Benar-benar mirip
lautan api. Laporan awal menyebut, secara keseluruhan ratusan rumah dan toko
hancur, sebuah gereja Katolik, sebuah bank, dan sebuah hotel ikut hancur.
Sekitar 80 orang diberitakan luka-luka dan 50 orang ditahan.
Kemudian,
sekitar pukul 23.00 Wita, massa menuju ke arah luar kota. Sasarannya adalah
rumah-rumah calon legislatif Golkar. Karena terbetik khabar massa membawa
formulir berisi Daftar Calon Tetap (DCT) Golkar. Ada empat rumah yang dibakar
walau belum jelas apakah itu rumah caleg Golkar atau bukan. Juga menjadi
sasaran adalah toko-toko Cina sepanjangan jalan, ikut dihancurkan dengan
lemparan batu. Hampir semua toko di sepanjang Jalan A. Yani rusak berat dan api
membumbung tinggi. Saat itu pasukan pun tidak lagi diam. Mereka mulai
mengejar-ngejar massa.
Yang
sangat tragis, sekitar pukul 24.00 Wita, seorang warga yang keluar rumah untuk
melihat keadaan kelihatan tergeletak tertembak peluru. Meski begitu, masih
menurut laporan Tim LBHN Banjarmasin, suasana di jalan-jalan masih ramai.
Banyak orang yang sudah terlanjur keluar sulit pulang lagi ke rumahnya
masing-masing. Karena jalan-jalan sudah diblokir oleh orang-orang kampung. Yang
bukan warganya tidak diperbolehkan masuk dan melewati jalan tersebut.
Tragedi ini berlangsung hingga dini
hari, insiden ini tidak hanya mempertarungkan dua kubu yang semula berseteru,
yakni simpatisan serta Satga Golkar melawan massa ditambah tindakan represif
dari aparat keamanan, tapi kemudian melebar hingga melibatkan banyak pihak
lain.
Bermula dari kampanye politik, kerusuhan
di Banjarmasin berkembang menjadi lebih besar.
Kerukunan beragama dan bermasyarakat
yang awalnya sangat damai dan terjaga menjadi rusak karena konflik ini. Sebagai
contoh ikut terlibatnya warga pendatang dari Maluku dengan warga pendatang
lainnya dari Sulawesi Selatan (Bugis, Buton, dan Makassar), mereka yang semula
hidup berdampingan tiba-tiba berubah menjadi musuh tanpa tahu kenapa mereka bermusuhan.
Hingga keesokan harinya, sabtu pagi, api
masih menyala di kompleks Plaza Mitra. Seluruh lantai gedung tersebut masih
belum bisa dimasuki. Tetapi bau sangit dan busuk menyengat hingga ke luar
ruangan. Regu penyelamat belum bisa bertindak apa-apa karena gedung masih
diselimuti api dan asap. Evakuasi baru bisa dilakukan sore hari ketika sebagian
api sudah padama. Kapolda Kalsel memberikan laporan kepada Kapolri mengenai
kemungkinan terdapatnya sejumlah mayat yang terbakar hangus di dalam kompleks pertokoan.
Para pejabat daru Jakarta yang sedianya berkampanye, diterbangkan kembali dari
Banjarmasin. Mereka termasuk Mensekkab Saadilah Mursyid dan KH Hasan Basri.
Pangdan Tanjungpura Mayjen Namoeri Anoem mengumumkan berlakunya jalan malam di
Banjarmasin, mulai pukul 8 malam hingga 5 pagi, selama lima hari massa cooling
off kampanye, 24-29 Mei 1997.
Inilah tragedi paling menyedihkan dalam
sejarah Kalimantan Selatan.
Sekarang
sudah 22th kejadian kelabu itu berlalu, sudah cukup kejadian itu terjadi di
kota seribu sungai ini, cukup sekali dan tidak perlu ada lagi. Bahkan jangan
sampai kejadian ini terulang lagi di Republik Indonesia ini.
Sumber :